Minggu, 15 Oktober 2017

DESEMBER TERAKHIR_Imam Gazali S

Share it Please
DESEMBER TERAKHIR

Desember 2014. Mengarungi Laut Jawa yang luas-terhampar dari timur hingga ke barat dengan pemandangan yang indah. Dari Makassar menuju Kota Surabaya. Sore itu pemandangannya indah sekali. Aku duduk menepi di dek kapal. Ku turun kan kaki ku ke bawah, ku ayung-ayungkan mengikuti irama dari VN yang pernah dia kirim.

Aku ingin menceritakan keindahan Laut Jawa kepadanya. Tapi di tengah laut seperti ini, mustahil mendapatkan jaringan. Aku berpegang erat ke besi-besi pembatas agar tak jatuh. Aku lepas kacamataku, angin berhembus ke arahku. Sejuk sekali.

Ku tatap matahari sedikit demi sedikit tenggelam di laut sebelah barat. Langit semakin berwarna jingga. Sejauh mata memandang, hanya ada laut dan laut. Laut sore itu begitu bersahabat. Tenang tanpa ombak. Berwarna biru bercampur jingga-pantulan cahaya matahari. Sesekali ada burung kecil terbang mengikuti arah kapal.

Tiba-tiba ada ibu paru baya berteriak, Tolong! Tolong! katanya, panik.

Ibu itu berlari menuju anjungan kapal. Kapten! Kapten! teriak ibu itu, sesak napas. Kapten. Hentikan laju kapal ini, sekarang!

“Ada apa? tanya kapten, kebingungan dengan perintah ibu itu.

“Ada yang tenggelam Kapten. Di belakang.

Dengan sigap sang kapten menyuruh anak buahnya memperlambat kapal. Semua orang di dek spontan berlari ke belakang. Aku salah satunya. Dengan cepat kaki ku melangkah melewati gerombolan orang menuju belakang kapal..

“Lihat! Itu dia, seseorang berteriak sambil menunjuk seorang gadis tengah berususah payah agar tidak tenggelam.

“Tolong Tolon gadis itu menghilang dari permukaan laut. Lama tidak muncul ke permukaan. Dua buah ban penyelamat berwarna kuning di lempar ke tempat gadis tadi berada. Tapi apa gunanya, dia sudah tenggelam.

“Apa kau bisa berenang nak? tanya ibu tadi kepada ku. Ibu itu menatapku sangat dalam. Aku perlahan mengangguk.

“Ibu minta tolong. Selamatkan anakku!

Tanpa pikir panjang, ku lepas kacamataku. Aku titipkan ke ibu itu, lalu meloncat ke laut lepas menyelamatkan anak ibu itu.

Ceelupp.

Bunyi percikan air ketika aku mendarat dengan kepala lebih dulu. Dengan cepat aku menyelam. Berusaha mencari tubuh gadis itu. Aku tak bisa melihat apa-apa, matahari mulai terbenam dan laut semakin gelap. Terutama di bagian bawah, sulit sekali untuk aku menemukannya.

Gadis tadi mengenakan jilbab biru dan baju putih. Seharusnya aku bisa dengan muda menemukannya di dalam sini. Aku naik ke permukaan, meraih ban penyelamat. Menarik napas panjang lalu kembali menyelam ke laut.

Dingin. Suhu air laut menjelang malam memang selalu seperti ini. Sekitar tiga meter lebih aku menyelam, dan aku belum menemukan tubuh gadis itu. Aku beranikan diriku menyelam lebih dalam lagi. Lagi dan lebih dalam lagi. Hingga akhirnya aku melihat bayang-bayang berwarna biru. Mungkin itu dia, pikirku.

Terlalu lama di dalam air, membuat napas ku habis. Aku tidak punya banyak pilihan disaat seperti ini. Aku bisa saja naik ke permukaan, menyelamatkan hidupku sendiri. Atau aku bisa menyelam lebih dalam lagi, maraih tangan gadis itu lalu menariknya ke permukaan, tapi itu terlalu beresiko. Nyawaku taruhannya.

Aku tak ingin mati di usia muda. Aku masih punya mimpi dan orang yang harus ku bahagikan hidupnya.

Tiba-tiba aku ingat padanya, gadis manis yang tadi aku dengar VNnya. Aku bayangkan, bila dia yang berada di dasar laut itu. Aku pasti memilih untuk mempertaruhkan nyawaku. Tapi, gadis yang tenggelam itu bukan siapa-siapa untuk ku. Dia bukan gadis yang ku sayangi.

Aku tak ingin mati.

Entah kenapa, semakin aku tak ingin menyelamatkan gadis itu. Semakin aku teringat wajah orang yang aku sayangi.

Dengan sigap ku beranikan diriku menyelam lebih dalam lagi. Dadaku mulai terasa sesak. Sakit sekali. Paru-paru ku tertekan. Tanganku mulai gemetar. Pandanganku mulai buram, tapi aku masih bisa melihat jelas kudung birunya. Aku mencoba meraihnya, tapi dia terus turun ke dasar laut.

Ku coba sekali lagi, aku berhasil meraih tangannya. Aku tarik sedikit demi sedikit . Dia tak merespon. Mungkin dia pingsan, pikirku. Sekarang dia sudah berada di dekat ku. Aku hanya perlu menariknya sedikit demi sedikit naik ke permukaan.

Aku melirik ke atas, gelap. Sudah berapa meter aku menyelam? Kakiku mulai keram. Kadar garam di laut membuat tubuhku menjadi kaku. Gadis itu aku tarik ke atas kepalaku. Aku di bawahnya, mendorongnya sedikit demi sedikit.

Napasku semakin menipis. Mungkin ini napas terakhirku. Aku merasa ini adalah akhir hidupku. Aku sudah pasrah jika harus berakhir seperti ini. Seluruh badanku menggigil kedinginan.

Aku sayang kamu, lagi-lagi aku teringat padanya, orang yang harus ku bahagiakan hidupnya.

Aku pejamkan mataku. Maafkan aku sayang. Aku tidak punya pilihan lain, kataku dalam hati seraya memeluk tubuh gadis berkudung biru itu dari belakang. Aku ayungkan kaki ku dengan cepat. Mataku terus terpejam. Tanganku memeluk erat tubuh gadis itu agar tidak terjatuh.

“Maafkan aku sayang, kataku dalam hati penuh penyesalan.

Aku terus mengayungkan kaki ku. Aku tak tau apakah ini berhasil atau tidak. Ini adalah pilihan terakhirku. Aku hanya bisa berharap Allah menolong kami di bawah sini.

“Heei.. Itu dia! teriak seseorang dari atas kapal ketika kami sudah naik di permukaan. Aku naikkan tubuh gadis itu ke atas ban penyelamat.

Tenagaku sudah habis. Aku sulit bernapas. Penglihatanku buram. Badanku terlalu lelah, tidak bisa bergerak sama sekali. Kepalaku mulai oleng. Peganganku mulai melemah, lalu terlepas. Aku perlahan tenggelam. Aku sudah tidak bisa apa-apa lagi.

Aku pejamkan mataku.

Ashadu Allah ilaha illallah. Wa ashadu annah muhammadar rasulullah

Mengucapkan kalimat Syahadat berulang-ulang kali. Sebanyak yang aku bisa.

“Setidaknya, aku sudah berusaha semampuku, kataku dalam hati sambil mengingat senyumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar