Selasa, 26 Mei 2020

JUARA LOMBA ESAI FMA MENULIS

Share it Please
Pemenanga 1. Dwi Mentari Thamsyul

“SulselFood Distribution : Platform Pengelolaan Distribusi Pangan Berbasis Marketplace Sebagai Wujud Implementasi Pertanian 4.0 dalam Menghadapi Krisis Pangan di Tengah Pandemi Covid-19”







Oleh:

Dwi Mentari Thamsyul G041191038






FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2020

“SulselFood Distribution : Platform Pengelolaan Distribusi Pangan Berbasis Marketplace Sebagai Wujud Implementasi Pertanian 4.0 dalam Menghadapi Krisis Pangan di Tengah Pandemi Covid-19”
Oleh: Dwi Mentari Thamsyul

PENDAHULUAN


Pandemi Corona Virus Disease 19 atau yang biasa disebut dengan Covid-
19 membawa dampak yang luas bagi kehidupan masyarakat. Tak hanya menyebabkan permasalahan kesehatan dan ekonomi, tapi juga berpotensi mengarah pada krisis pangan global. Hasil penelitan dari Organisasi Pangan Dunia (FAO), memperingatkan bahwa dunia akan potensi kelangkaan dan darurat pangan ditengah pandemi virus corona sedangkan pada hakikatnya manusia tidak bisa lepas dari kebutuhan pangan yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama.
Berdasarkan UU No. 7 Tahun 1996 mengamanatkan pemerintah sebagai pihak yang menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi serta berperan sebagai konsumen. Sistem penyelenggaraan pangan yang baik harus dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata dan berkelanjutan dengan berdasarkan pada kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan ketahanan pangan (Syaifullah, 2008).
Disisi lain, dunia tengah digemparkan dengan adanya pandemi covid-19 yang membuat distribusi pangan di Indonesia menjadi terhambat akibat diberlakukannya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dibeberapa kota di Indonesia. Karena arus distribusi lambat maka bahan pangan segar tidak lagi murah sampai ke tangan konsumen. Jalur distribusi yang panjang dan kurangnya fasilitas membuat harga distribusi menjadi mahal.
Distribusi yang panjang tentunya menyebabkan hasil panen terkhusus pada petani holtikultura memiliki kuantitas atau kualitas panen yang menurun, bahkan menjadi rusak dan tidak layak untuk dikonsumsi. Secara sederhana petani tidak dapat memasarkan atau menjual hasil panennya dalam keadaan

segar untuk meningkatkan ketertarikan masyarakat untuk mengonsumsi. Sehingga, keadaan ini menyebabkan pendapatan petani rendah yang berimbas kepada besarnya petani Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan.
Jika kita dapat memotong distribusinya, maka hal ini akan mengurangi harga pangan dan hasil pertanian lainnya. Pengurangan harga hasil pertanian dapat meningkatkan konsumsi hasil tani lainnya. Dengan meningkatkan konsumsi pangan di masyarakat, maka diharapkan peningkatan terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani juga meningkat.
Revolusi Pertanian 4.0. hadir menjawab tantangan dan ancaman krisis pangan di tengah mewabahnya covid-19. Revolusi pertanian 4.0 dengan konsep penggunaan teknologi digital maupun internet sekarang ini sangat relevan dan telah menjadi basis bagi transaksi perdagangan dan distribusi pangan secara online. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan perencanaan yang matang dalam distribusi pangan yang dapat diakses dimanapun dan kapanpun sesuai dengan kondisi ditengah pandemi covid-19 saat ini yang mengharuskan kita semua dalam hal ini masyarakat maupun pemerintah untuk tetap bekerja dari rumah. Dalam konteks dan spirit inilah, penulis memberikan gagasan yaitu “SulselFood Distribution: Platform Pengelolaan Distribusi Pangan Berbasis Marketplace Sebagai Wujud Implementasi Pertanian 4.0 dalam Menghadapi Krisis Pangan di Tengah Pandemi Covid-19”
Pada umumnya terdapat masalah mendasar yang terjadi: (1) Panjangnya rantai pasok pangan di Indonesia. (2) Terjadinya penurunan produksi dan melonjaknya permintaan terhadap suplai pangan akibat adanya pembatasan sosial berskala besar (3) Kurangnya teknologi yang bersifat solutif dalam pengelolaan distribusi pangan.

TUJUAN


(1)     Menganalisis ancaman krisis pangan akibat pandemic covid-19
(2)      Memberikan solusi alternatif melalui perancangan platform pengelolaan distribusi pangan sebagai wujud implementasi Pertanian 4.0 dalam menghadapi krisis pangan ditengah pandemi covid-19.



ISI

Ancaman krisis pangan Indonesia akibat pandemi Covid-19.

Berdasarkan data dari Bappenas 2015, menyebutkan jumlah penduduk Indonesia menyentuh angka 244 juta jiwa. Dengan intensitas konsumsi beras per kapita per tahun mencapai 140 kilogram, dibutuhkan 33,70 juta ton. Pada 2030, kebutuhan beras akan mencapai 59 juta ton untuk jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai 425 juta jiwa. Indonesia berisiko mengalami krisis pangan pada 2025 (Ketut, 2015).

Oleh karenanya pemerintah harus meningkatkan produktivitas dibidang sektor produksi pangan. dikarenakan Indonesia sendiri mengalami pertumbuhan penduduk lebih cepat dibandingkan ketersediaan pangan. Indonesia mempunyai ketergantungan yang cukup tinggi terhadap impor beberapa komoditas pangan diakibatkan rendahnya produksi pangan dalam negeri yang semakin di perparah oleh dampak pandemi covid-19.

Maka dari itu, perlu diciptakan strategi-strategi yang baru inovatif, solutif, kreatif, dan efektif untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut. Salah satu inovasi untuk mewujudkan pengentasan ancaman krisis pangan akibat pandemic covid-19 yakni dengan melibatkan beberapa stakeholder seperti petani, istri-istri petani, pemerintah, pedagang, dan memanfaatkan pemuda yang sedang menganggur sebagai katalis dalam pengentasan berbagai permasalahan pertanian, juga sekaligus mewujudkan kesejahteraan masyarakat petani melalui aplikasi SulselFood Distribution.

Solusi Alternatif melalui Aplikasi SulselFood Distribution merupakan sistem perpaduan antara teknologi dan dunia perangkat digital yang berbentuk aplikasi dalam menghadapi krisis pangan.


SulselFood Distribution merupakan aplikasi berbasis Agricultural Marketplace System yang menggunakan teknologi informasi dalam mengelolah data sebaran pangan khususnya di wilayah provinsi Sulawesi selatan. Seluruh

data tersebut akan diintegrasikan menjadi satu dan diolah sebagai bahan dalam menentukan kebijakan lanjutan yang akan diambil oleh pemerintah.
Pada aplikasi ini, terdapat menu “market” yang akan menghubungkan petani dengan seluruh distributor yang ada di pasar. Aplikasi ini menarik, karena melalui transparansi harga produk pertanian, petani tidak lagi dirugikan oleh tengkulak karena dapat menjual sendiri hasil panennya langsung ke konsumen. Tidak hanya itu melalui aplikasi ini juga menghadirkan beberapa fitur unggulan yang berfungsi agar petani dapat melakukan strategi pemasaran yang lebih sistematis. Pemasaran yang lebih sistematis termasuk perencanaan dalam memudahkan transportasi sehingga tidak memakan biaya yang mahal ketika diperjalanan serta mengatur strategi dalam melakukan perlakuan pascapanen yang tepat agar dapat sampai ketujuan dengan kualitas yang tetap prima. Adapun proses pengantaran paket oleh kurir SulselFood yang terintegrasi dengan google maps sehingga distribusi terdekat hingga ke daerah tujuan dapat ditentukan. Hal ini dapat mengurangi biaya transportasi dan lebih menghemat waktu. Selain itu, proses pembayaran pun terdapat dua pilihan yaitu COD (Cash On Delivery) dan melalui Transfer Banking.
Adapun target dan sasaran pengguna aplikasi ini adalah petani dan pemerintah. Selain itu, ketersediaan data yang valid, terupdate, akurat, terintegrasi dan konsisten dari masing-masing wilayah mengenai distribusi bahan pangan menjadi salah satu komponen yang sangat penting demi terwujudnya distribusi pangan yang efektif, efisien dan pemerataan ketersediaan makanan diseluruh wilayah khususnya di Sulawesi selatan. Akses wilayah oleh aplikasi SulselFood Distribution ini hanya dilakukan dalam lingkup provinsi karena adanya pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dibeberapa wilayah untuk memutus mata rantai penularan Covid-19.

Bentuk pengaplikasian atau cara kerja dari aplikasi


1.        Halaman Splash
Halaman splash screen adalah halaman yang muncul pertama kali selama 2,5 detik sebelum menuju ke halaman utama. Halaman splash screen ini berisi logo dan nama aplikasi serta versi aplikasi.


Gambar 1. Halaman Splash
2.        Halaman MenuUtama


Gambar 2. Halaman Menu Utama



Halaman menu utama merupakan halaman yang muncul setelah splash screen. Dimana Market berfungsi Menghubungkan petani dengan seluruh distributor yang ada di pasar.
3.        Halaman Login.
Halaman   ini   merupakan   halaman   untuk   mendaftar         sebagai member SulselFood Distribution atau login untuk anggota.



Gambar 3. Tampilan Halaman Login

4.        Halaman My Account, Halaman ini ditujukan untuk admin, sehingga hanya admin yang berhak menjalankannya.


Gambar 4. Halaman Admin Login
5.        Tampilan Detail Product adalah tampilan semua jenis produk yang dijual. Atau segala sesuatu yang di tawarkan di market place platform untuk mendapatkan perhatian pembeli.


Gambar 5. Tampilan Cart atau keranjang pemesanan.
6.       

Halaman Checkout Halaman ini adalah halaman yang berisi form alamat dan total pembayaran yang harus di bayar ke SulselFood. Pembayaran sudah termasuk biaya pengiriman. Pengiriman dengan menggunakan Kurir SulselFood Distribution.

Gambar 6. TampilanCheckout.

7.        Halaman Maps SulselFood Distribution


Terintegrasi dengan google maps sehingga jalur distribusi terdekat hingga ke daerah tujuan dapat ditentukan. Jalur distribusi terdekat akan mengurangi biaya transportasi dan lebih menghemat waktu
Gambar.7 Maps SulselFood Distribution


8.        Message Merupakan layanan khusus untuk memberikan kesan dan pesan terhadap aplikasi agar berjalan efisien dan dikembangkan sesuai dengan yang dibutuhkan.


Gambar.8 Halaman Message

9.        Tampilan Resi Pembayaran

Gambar.9 Tampilan Resi Pembayaran

KESIMPULAN


SulselFood Distribution mampu menjadi terobosan terbaru dalam memecahkan masalah kurangnya perencanaan dalam pengelolaan distribusi ditengah pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Aplikasi ini dapat menjadi rujukan bagi pemerintah dalam pengambilan keputusan untuk mengatur pola distribusi yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA


Badan Litbang Pertanian. 2008. “Limapuluh Teknologi Unggulan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Peneltian dan Pengembangan Pertanian”. Departemen Pertanian.

Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Indonesia: Statistical Yearbook of Indonesia 2018. Jakarta: BPS

Dharmmesta, Bayu Swastha Handoko, T. Hani. 2000. Manajemen Pemasaran.
Yogyakarta: BPFE.

FAOStat. 2014. FAO Statistical Pocketbook World Food and Agriculture. Food and Agriculture Organization of The United Nations: FAO.

Sultoni,A, Unang, Achlison., 2015. Sistem Informasi E-Commerce pemasaran hasil pertanian. Jurnal e-bisnis,8 (7), pp.42-48.













Pemenang 2. Adelia Kusuma

`              

Peran Petani Milenial dalam Mengontrol Lahan Dari Rumah Aja sebagai Pahlawan Pandemi Corona


( Tema Essai : Pertanian 4.0 V Krisis Pangan di Masa Pandemi Corona)

Pendahuluan


Dewasa ini, zaman industri 4.0 V bukanlah suatu hal yang tabu terutama di telinga generasi milenial Indonesia, begitupun didalam dunia pertanian. Era 4.0 V merupakan suatu zaman dimana efisiensi mesin dan manusia sudah mulai terkonektivitas dengan internet of things dengan sistem otomatisasi dan pertukaran data yang menghasilkan kreativitas dan pembaharuan yang berlimpah, yaitu kekayaan intelektual yang perlu dilindungi dan ditegakkan serta diterapkan dengan semaksimal mungkin. Hal ini berlaku dalam segala bidang industri, termasuk di dalamnya bidang pertanian yang merupakan salah satu unsur penopang utama sarana pemenuhan kebutuhan serta penunjang ekonomi di Indonesia. Hal ini sesuai dengan penelitian Silaban dan Sugiharto (2016) dimana pembangunan pertanian saat ini berorientasi pada teknologi dan merupakan salah satu syarat mutlak pertumbuhan pertanian.

Naasnya,   ditengah proses pengembangan dan pengoptimalisasian sistem
4.0 , sebuah wabah menyerang negara bahkan menjadi masalah global yang harus dialami oleh manusia di seluruh dunia yakni Pandemi Corona (Risetdikti, 2020). Akibatnya seluruh aktifitas manusia yang dilakukan diluar rumah harus terhenti secara paksa demi keberlangsungan nafas yang bekerja sama dengan jantung dan organ tubuh manusia lainnya. Seluruh arahan, ribuan petugas keamanan dikerahkan, sosialisasi, poster berbagai visual telah bertebaran dimana-mana bahkan tidak sedikit orang yang mengorbankan dirinya sebagai relawan beramai-ramai menyuarakan perintah untuk tetap berada di rumah dengan slogan Dirumah Aja. Segala upaya telah dilakukan pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak. Namun apakah disaat seluruh manusia berada dirumah   mereka   tidak   membutuhkan   makanan?   Satu   pertanyaan   yang

jawabannya tidak perlu dipaparkam sepanjang aturan yang telah dibuat oleh pemerintah.

Pembahasan


Kegiatan Dirumah Aja bertujuan untuk mengurangi resiko terkena wabah penyakit yang disebabkan oleh virus corona yang dapat mengakibatkan kematian dengan menyerang paru-paru sebagai target utamanya. Tetapi bukan suatu lelucon jika manusia yang dilindungi tidak meninggal akibat terkena wabah corona melainkan terserang busung lapar. Mau tidak mau petani mengorbankan dirinya dan berperan sebagai pahlawan untuk tetap bekerja demi mengatasi krisis pangan di Indonesia. Krisis pangan ini terjadi akibat kurangnya persiapan pemerintah dalam menghadapi situasi tidak terduga seperti yang benar terjadi saat ini. Kalimat ini bukanlah merupakan sebuah contoh kalimat opini, terbukti dengan menipisnya ketersediaan pangan negara ditengah-tengah wabah yang merajalela. Dikutip dari berita CNN Indonesia tertanggal 28 April 2020 “Presiden Republik Indonesia Ir. Jokowi, telah memerintahakan BUMN untuk membuka sawah baru akibat terbacanya ancaman krisis pangan ditengah bencana corona”.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi krisis pangan yang terjadi di Indonesia saat ini, salah satunya dengan membuat rencana membuka lahan baru. Namun apakah masih ada lahan yang tersisa disetiap daerah sementara daerah perkotaan telah dipenuhi dengan hutan beton? Apakah lambung manusia sudah mampu mencerna makanan yang bersumber dari semen? Dan apakah waktu yang ada cukup untuk menanam padi dan memanennya dalam waktu singkat, sementara tanaman padi sendiri memiliki indeks pertanaman hanya sebanyak dua kali dalam kurun waktu satu tahun.

Dalam menghadapi kondisi seperti ini, pemerintah tentu harus mengambil langkat cepat dan tepat agar jumlah korban jiwa tidak bertambah lagi. Untuk mengatasi berbagai permasalahan krisis pangan di Indonesia, Terdapat beberapa solusi yang diajukan dan telah melalui berbagai riset melalui metode literasi dan pengamatan yakni sebagai berikut :

1.    Petani tetap melakukan pekerjaannya, Tugas kita adalah menghargainya sebagaimana layaknya seorang pahlawan dengan tetap berada dirumah agar meminimalisir resiko mereka terkena wabah penyakit corona.
2.      Menambah indeks pertanaman (IP) untuk memaksimalkan kebutuhan pangan. IP merupakan rata-rata massa tanam dan panen dalam satu tahun pada lahan yang sama (Kementrian pertanian, 2019). Panen padi sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia yang biasanya dilakukan hanya dua kali setahun harus dapat dilakukan lebih. Minimal 3 kali setahun dengan bantuan dan pengoptimalan kerja alat yang sudah tersedia saat ini agar dapat dilakukan dengan cepat dan dengan kualitas serta kuantitas terbaik. Mulai dari mesin pembajak sawah, alat tanam, mesin panen hingga mesin penggiling padi. Didukung dengan menerapkan kegiatan family farming yakni dengan menanam lombok, tomat, sayur, rempah-rempah dan kebutuhan dapur lainnya di pekarangan rumah. Tanaman ini tidak membutuhkan waktu yang begitu lama untuk menghasilkan buah. Tidak hanya kebutuhan yang mengandung karbohidrat dan vitamin yang berasal dari bahan nabati, dapat pula dilakukan pemeliharaan ikan di pekarangan dengan membuat kolam ukuran kecil atau hanya sekedar menggunakan ember sebagai kebutuhan protein manusia. Pada bagian permukaan air dapat di budidayakan tanaman hidroponik seperti sayur kangkung dan sawi.

3.    Mengubah lahan tidur atau lahan yang belum tergarap oleh masyarakat di daerah-daerah pedalaman (pedesaan) menjadi lahan produktif yang dapat memasok kebutuhan pangan baik untuk masyarakat desa itu sendiri maupun masyarakat kota. Seperti yang telah berhasil dilakukan RI yang telah mengembangkan teknologi sulap rawa jadi lahan pertanian (Febby, 2018). Selain itu, pemerintah juga harus menegakkan peraturan perundang- undangan Republik Indonesia Nomor 150 tahun 2000 tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa yang mengatur tentang lahan subur (lahan pertanian yang memiliki potensi tinggi) tidak boleh digunakan sebagai tempat penanaman hutan beton (bangunan-bangunan yang terbuat

dari beton) agar terjadi keseimbangan kebutuhan dan produksi di suatu daerah (BPKP, 2020).

Pembaharuan alat terus dilakukan tetapi belum mencapai tahap maksimal di era 4.0. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya adalah sumber daya manusia (SDM). Di Indonesia saat ini masyarakat yang berprofesi sebagai petani sebagian besar berusia diatas 40 tahun dan lebih dari 70% petani di Indonesia hanya berpendidikan hanya berpendidikan setara SD (Sekolah Dasar) bahkan dibawahnya. Katchova dan Ahearn (2014) juga menyatakan bahwa pada Sensus Pertanian 2007 petani yang berumur kurang dari 35 tahun hanya sekitar 5,3% dibandingkan dengan persentase petani pemula sebesar 32,4%. Pendidikan formal yang rendah tersebut menyebabkan pengetahuan dalam pengolahan  pertanian  tidak berkembang (monoton).         Petani hanya mengolah pertanian dengan metode tradisional tanpa menciptakan inovasi-inovasi terbaru demi  peningkatan  hasil  pangan yang berlimpah.              Dalam kata lain petani di Indonesia belum siap menghadapi era 4.0.

Disinilah peran generasi milenial yang ahli di bidang pertanian sangat dibutuhkan, mulai dari ide-ide baru, pembuatan alat, hingga  penyuluhan kepada petani-petani. Nugroho, Rahayu dan Jamhari (2018) menyatakan generasi muda saat ini lebih tertarik dengan kegiatan pertanian tanaman perkebunan dan hortikultura. Bukan suatu hal yang tidak mungkin bahwa dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat dapat diciptakan suatu alat dengan remote control yang dihubungakan dengan drone sehingga para petani tidak perlu keluar rumah atau terjun langsung di lahan untuk sekedar memantau kondisi tanaman mereka dan memberikan pestisida jika terdapat hamaatau penyakit yang mengganggu tanaman, serta memberikan pupuk untuk menambah nutrisi tanaman (Jumadil, 2018). Hal ini dapat sangat membantu bukan hanya pada saat wabah penyakit corona menyerang tetapi untuk masa depan egara agraris yang cemerlang sekaligus sebagai alat pencegahan situasi-situasi tak terduga lainnya di masa mendatang.

Penutup


Berdasarkan uraian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa terdapat 3 solusi untuk mengatasi krisis pangan di Indonesia pada masa pandemi corona yakni dengan cara petani tetap melakukan pekerjaanya sebagai pahlawan pangan, menambah indeks pertanaman, dan mengubah lahan mati menjadi lahan subur. Selain itu, sangat penting untuk dibuat sebuah alat berupa remote control yang dihubungakan dengan drone sehingga petani milenial dapat mengontrol lahan dari rumah saja sebagai aplikasi dari kemajuan era industri pertanian 4.0 V.

DAFTAR PUSTAKA


Agus D., N. Lestari R., W. dan Jamhari. 2018. Upaya Memikat Generasi Muda Bekerja pada Sektor Pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta. JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA.

BPKP. 2020. peraturan perundang-undangan pemerintah Republik Indonesia Nomor 150 tahun 2000 tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa . www.bpkp.go.id.

CNN Indonesia. Diakses tanggal 28 Aril 2020. https://m.cnnindonesia.com.

Febby N. 2018. RI Kembangkan teknologi sulap rawa jadi lahan pertanian.
Barito Kuala.

Jumadil A. 2018. Revolusi industri 4.0 sektor pertanian petani gunakan remote control saat panen. Dok. Kementrian pertanian.

Katchova AL, Ahearn M. 2014. Farm land ownership and leasing: implication for young and beginning farmers. Agricultural Economics Staff Paper # 486. Lexington, KY (US): University of Kentucky, Department of Agricultural Economics.

Kementrian pertanian. 2019. Upaya peningkatan indeks pertanaman. www.cybex. Pertanian.go.id.

Risetdikti. 2020. Pengembangan kawasan pangan dan pertanian berbasis korporasi petani. Malang.

Silaban, L. R dan Sugiharto. 2010. Usaha-usaha yang Dilakukan Pemerintah dalam Pembangunan Sektor Pertanian. Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA 4 (2): 196-210.

Warta      Ekonomi.      2020.      Revolusi     industri     4.0      sektor      psertanian.
M.wartaekonomi.co.id.








Pemenang 3 . Dini Nur Sherina R

Urban Farming Sebagai Alternatif Solusi Krisis Pangan Akibat Pandemi COVID-19


PENDAHULUAN
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020, telah mendeklarasikan virus coronavirus (COVID-19) yang baru sebagai pandemi global. Virus Corona atau COVID-19, menurut situs resmi World Health Organization (WHO) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Coronavirus. Virus ini ditemukan pertama kali di Wuhan, China. Sebagian besar orang yang terinfeksi COVID-19 akan mengalami penyakit pernapasan ringan hingga sedang, bahkan menyebabkan sulit bernapas hingga meninggal. Pandemi COVID-19 tak hanya mengobrak-abrik tatanan kesehatan dan ekonomi, tapi juga memicu krisis pangan dunia. Krisis pangan adalah kondisi kelangkaan pangan yang dialami sebagian besar masyarakat di suatu wilayah yang disebabkan oleh antara lain, kesulitan distribusi pangan, dampak perubahan iklim, bencana alam dan lingkungan, dan konflik sosial, termasuk akibat perang. Indonesia harus bersiap menghadapi dua masalah lain yaitu ketimpangan neraca pangan oleh aktivitas impor dan pembatasan pasokan dari negara eksportir.
Empat bulan sudah dunia bekerja keras melawan serangan virus COVID-19 yang menginfeksi lebih dari dua juta orang di 210 negara. Untuk memutus mata rantai penyebaran virus, sebagian negara melakukan karantina wilayah (lockdown). Sementara Indonesia dengan jumlah kasus infeksi lebih dari lima ribu jiwa memilih melakukan pembatasan sosial berskala besar. Organisasi Pangan Dunia (FAO) telah memperingatkan ancaman krisis pangan dunia sebagai imbas dari wabah COVID-19 yang tak kunjung usai. Negara  yang pangannya bergantung impor rentan terdampak perlambatan volume perdagangan, terutama jika mata uang mereka melemah, seperti rupiah saat ini terhadap dollar (Rp15.584 per 17 April 2020).
Berbagai kebijakan telah dikeluaran pemerintah Indonesia dalam mengurangi penyebaran pandemi COVID-19, diantaranya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kemudian menimbulkan persoalan

lain yang tak kalah pelik: krisis pangan. Akibat karantina atau pembatasan, sejumlah jalur distribusi pangan terputus, terjadi penimbunan bahan pangan oleh sebagian pihak dan harga bahan pangan melonjak. Jumlah penduduk Indonesia menuntut konsekuensi dimana Indonesia harus dapat mencukupi kebutuhan pangan bangsanya ditengah pandemi COVID-19. Pemenuhan kebutuhan pangan Indonesia saat ini juga masih bertopang pada impor bahan- bahan makanan. Impor bahan makanan ini membuat Indonesia memiliki ketergantungan pangan dengan negara lain. Hal tersebut membuat harga kebutuhan pangan tergantung pada mata uang asing pula. Sebagai contoh kelangkaan tahu dan tempe yang terjadi dikarenakan bahan baku yaitu kedelai masih diimpor dari Amerika. Impor kedelai membuat produksi tahu dan tempe sangat bergantung pada pasokan kedelai. Tidak dapat dipungkiri situasi dan kondisi saat ini menimbulkan keresahan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Faktanya, beras menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia . Hal tersebut juga diungkapkan oleh Food and Agriculture Organization of the United Nations dan Kementrian Agrikultur yaitu Indonesia merupakan salah satu konsumsi beras per kapita terbesar di seluruh dunia. Konsumsi beras per kapita di Indonesia tercatat hampir 150 kilogram (beras, per orang, per tahun) pada tahun 2017. Padahal pemerintah telah mengkampanyekan diversifikasi pangan karena Indonesia memiliki sumber karbohidrat lain seperti jagung, singkong, sagu dan kentang. Pada kondisi normal, Indonesia bisa bergantung pada hasil impor dari negara lain. Tapi di situasi sekarang negara-negara eksportir tengah menghadapi pandemi yang sama. Mereka tentu lebih memprioritaskan urusan perut rakyatnya ketimbang hajat hidup negara lain.
Diilihat dari beberapa masalah yang ditimbulkan oleh virus COVID-19, salah satu inovasi pertanian 4.0 yang dapat diterapkan untuk menghadapi masalah tersebut adalah urban farming. Urban Farming menjadi salah satu alternatif solusi yang relevan untuk diterapkan dimana saat ini wabah virus COVID-19 menyebabkan krisis pangan. Dengan harapan bahwa tujuan penerapan urban farming salah satunya adalah memenuhi kebutuhan pangan dengan produksi pangan lokal.

Dalam kajian ilmiah ini, akan dikaji lebih lanjut mengenai konsep urban farming sebagai kontribusi untuk ketahanan pangan dan mencegah krisis pangan. Metode yang digunakan untuk pencarian data adalah studi literatur.

PEMBAHASAN

Perang Dunia I telah mengubah pola konsumsi rakyat Amerika Serikat dan beberapa negara lain seperti Inggris, Kanada, Australia, dan Jerman. Mereka yang semula bergantung pada negara untuk pemenuhan konsumsi harian  harus  menghasilkan  sayur,  buah,  dan  sumber  protein   sendiri.   Kala itu jumlah petani berkurang drastis akibat perekrutan dinas militer, sisa lahan pertanian juga hancur karena perang. Sementara hasil pertanian negara harus digunakan untuk memenuhi pasokan pangan tentara. Rakyat Amerika lalu diminta berkebun untuk membantu menurunkan harga sayur dan menghemat pengeluaran negara.
Konsep ini dicoba untuk diterapkan di tengah pandemi COVID-19. Meski bukan terlibat perang secara harfiah, dalam melawan COVID-19 bisa dengan menerapkan swasembada pangan serupa Amerika dalam Perang Dunia I dan II, dibanding harus berebut dan berharap bahan pangan harga kembali normal seperti sedia kala. Di tengah pandemi ini, sudah saatnya Indonesia berkebun.
Urban Farming merupakan sebuah konsep pertanian modern yang dilakukan akibat banyaknya lahan pertanian yang dialih fungsikan menjadi daerah pemukiman, industri dan perkotaan. Penerapan konsep urban farming  di sekitar perkotaan dapat memberikan kontribusi untuk ketahanan pangan dan krisis pangan dalam dua cara: urban farming dapat meningkatkan jumlah ketersediaan pangan untuk masyarakat yang tinggal di kota dan yang kedua dapat menyediakan sayur-sayuran dan buah-buahan yang segar untuk dikonsumsi oleh masyarakat kota. Selain itu, konsep urban farming juga mudah diterapkan karena dapat dilakukan di lahan perkotaan sempit yang kosong bahkan di halaman rumah masyarakat itu sendiri. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Golber (2013) bahwa urban farming dapat menciptakan kawasan perkotaan yang kompak akan menghasilkan kebutuhan pangan bagi penduduk kota secara mandiri, sekaligus lebih efisien dalam mengurangi kebutuhan

energi, urban farming memberikan nilai positif bukan hanya dalam pemenuhan kebutuhan pangan tetapi banyak aspek lain yang bermanfaat bagi keberlanjutan kota.
Implementasi pertanian memerlukan kerjasama dari semua pihak yang terlibat. Beberapa pihak yang terkait diantaranya adalah petani, pemerintah, masyarakat sekitar, pengusaha, institusi pendidikan, dan pihak lainnya. Pemerintah kota juga diharapkan turut dalam menyediakan regulasi khusus untuk mendukung penerapan urban farming, termasuk soal kebijakan hal guna lahan.
Penerapan konsep urban farming dianggap cukup mudah untuk diterapkan dalam kondisi saat ini. Dengan memanfaatkan sistem raised bed di area balkon, metode ini membentuk media tanam serupa dipan seluas 1×2 meter. Jika tak memiliki balkon atau halaman yang cukup, maka tanaman bisa ditempatkan pada media pot dengan sistem vertikultur. Dengan memilih jenis tanaman sesuai kondisi geografis, masyarakat bisa mencoba sayur-mayur dataran rendah seperti kangkung atau bayam. Perawatan keduanya tidak terlalu sulit dan relatif cepat panen.
Selain itu, urban farming biasanya menggunakan sistem pertanian organik dan sampah pertanian diolah dengan konsep 3R (reuse, reduce, and recycle). Kegiatan pertanian perkotaan yang seperti itu merujuk pada keberlanjutan pertanian perkotaan dan kualitas produk pertanian. Beberapa karakter urban farming yaitu petani baru, model pertanian modern, peluang bekerjasama dengan berbagai organisasi, pertanian alami, pemusatan sumber daya dan pasar di lingkungan perkotaan, swasembada pangan.
Dilansir dari Wired, sebuah penelitian yang dilangsungkan oleh profesor dari Arizona State University, Matei Georgescu, mengungkap bahwa jika implementasi urban farming dilakukan secara penuh di setiap kota besar dunia, produksi urban farming dapat menghasilkan 180 juta ton bahan makanan selama setahun. Angka tersebut merupakan 10 persen dari total hasil produksi makanan secara global. Tidak hanya itu, urban farming juga berpotensi menghemat 15 miliar kilowatt per jam untuk pemakaian energi dunia selama setahun dan menghasilkan 170.000 ton nitrogen ke udara.

Skema Peran Urban Farming

Konsep     Stakeholder
Urban Farming
Wabah COVID-19       Krisis Pangan                               Ketahanan Pangan
Sumber : Analisis Penulis, 2020

KESIMPULAN

Urban farming sebagai pertanian modern dapat diproyeksikan untuk mencukupi ketersediaan bahan makanan dan memperkuat ketahanan pangan. Dapat dilihat bahwa apabila konsep urban farming dapat diterapkan dan dikelola dengan baik di tengah wabah COVID-19, krisis pangan yang menjadi kekhawatiran masyarakat dapat teratasi. Meskipun begitu, perlu beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam implementasinya. Dalam implementasinya, kerjasama dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutannya.

REFERENSI

Ardina,Viny dkk (2014). Pertanian Perkotaan sebagai salah satu Alternatif Solusi Ketahanan Pangan. https://ardinaputrirahtama.wordpress.com/2014/04/04/pertanian- perkotaan-sebagai-salah-satu-alternatif-solusi-ketahanan-pangan-ardina- putri-rahtama-viny-ratna-gumilang-rifa-rafika-imania/   diakses                                                                                    19    Mei
2020.
Cucinotta D, Vanelli M. (2020). WHO Declares COVID-19 a Pandemic.
Golber (2013) dalam Nurlaelih, E. E., & Damaiyanti, D. R. R. (2019). Urban Farming untuk Ketahanan Pangan. Universitas Brawijaya Press.
Nurlaelih, E. E., & Damaiyanti, D. R. R. (2019). Urban Farming untuk Ketahanan Pangan. Universitas Brawijaya Press.
Putri, Aditya Bisakah Berkebun Jadi Solusi Krisis Pangan Akibat COVID-19?. https://tirto.id/bisakah-berkebun-jadi-solusi-krisis-pangan-akibat-covid- 19-ePiv diakses 13 Mei 2020

Shobry, M. N. (2016). Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pelaksanaan Program Urban Farming di Kabupaten Gresik (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
Ula, M., & Amiin, M. K. (2015, October). Sustainable Agriculture-System (Sac- s): Inovasi Konsep Pertanian Urban Sebagai Pembangunan Berkelanjutan Dan Upaya Penanganan Masalah Perkotaan. In Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional Program Kreativitas Mahasiswa-Gagasan Tertulis 2014. Indonesian Ministry of Research, Technology and Higher Education.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar