“SulselFood
Distribution : Platform Pengelolaan Distribusi Pangan Berbasis Marketplace
Sebagai Wujud Implementasi Pertanian 4.0 dalam Menghadapi Krisis Pangan di
Tengah Pandemi Covid-19”
Oleh:
Dwi Mentari Thamsyul
G041191038
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
“SulselFood
Distribution : Platform Pengelolaan Distribusi Pangan Berbasis Marketplace
Sebagai Wujud Implementasi Pertanian 4.0 dalam Menghadapi Krisis Pangan di
Tengah Pandemi Covid-19”
Oleh: Dwi Mentari Thamsyul
PENDAHULUAN
Pandemi Corona Virus Disease 19 atau yang biasa disebut
dengan Covid-
19 membawa dampak yang luas bagi kehidupan masyarakat. Tak
hanya menyebabkan permasalahan kesehatan dan ekonomi, tapi juga berpotensi
mengarah pada krisis pangan global. Hasil penelitan dari Organisasi Pangan
Dunia (FAO), memperingatkan bahwa dunia akan potensi kelangkaan dan darurat
pangan ditengah pandemi virus corona sedangkan pada hakikatnya manusia tidak
bisa lepas dari kebutuhan pangan yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan
masyarakat secara bersama-sama.
Berdasarkan UU No. 7 Tahun 1996
mengamanatkan pemerintah sebagai
pihak yang menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan,
distribusi serta berperan sebagai konsumen. Sistem penyelenggaraan pangan yang
baik harus dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat
secara adil, merata dan berkelanjutan dengan berdasarkan pada kedaulatan
pangan, kemandirian pangan dan ketahanan pangan (Syaifullah, 2008).
Disisi lain, dunia tengah digemparkan
dengan adanya pandemi covid-19 yang membuat distribusi pangan di Indonesia
menjadi terhambat akibat diberlakukannya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala
Besar) dibeberapa kota di Indonesia. Karena arus distribusi lambat maka bahan
pangan segar tidak lagi murah sampai ke tangan konsumen.
Jalur distribusi yang panjang dan kurangnya
fasilitas membuat harga distribusi menjadi mahal.
Distribusi yang panjang tentunya
menyebabkan hasil panen terkhusus pada petani holtikultura memiliki kuantitas
atau kualitas panen yang menurun, bahkan menjadi rusak dan tidak layak untuk
dikonsumsi. Secara sederhana petani tidak dapat memasarkan atau menjual hasil
panennya dalam keadaan
segar untuk meningkatkan ketertarikan masyarakat untuk
mengonsumsi. Sehingga, keadaan ini menyebabkan pendapatan petani rendah yang
berimbas kepada besarnya petani Indonesia yang berada di bawah garis
kemiskinan.
Jika kita dapat memotong distribusinya,
maka hal ini akan mengurangi harga pangan dan hasil pertanian lainnya.
Pengurangan harga hasil pertanian dapat meningkatkan konsumsi hasil tani
lainnya. Dengan meningkatkan konsumsi pangan di masyarakat, maka diharapkan
peningkatan terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani juga meningkat.
Revolusi Pertanian 4.0. hadir menjawab tantangan dan
ancaman krisis pangan di tengah
mewabahnya covid-19. Revolusi
pertanian 4.0 dengan
konsep penggunaan teknologi digital maupun internet sekarang ini sangat
relevan dan telah menjadi basis bagi transaksi perdagangan dan distribusi
pangan secara online. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan perencanaan yang
matang dalam distribusi pangan yang dapat diakses dimanapun dan kapanpun sesuai
dengan kondisi ditengah pandemi covid-19 saat ini yang mengharuskan kita semua
dalam hal ini masyarakat maupun pemerintah untuk tetap bekerja dari rumah.
Dalam konteks dan spirit inilah,
penulis memberikan gagasan
yaitu “SulselFood Distribution: Platform Pengelolaan Distribusi Pangan Berbasis
Marketplace Sebagai Wujud Implementasi Pertanian 4.0 dalam Menghadapi
Krisis Pangan di Tengah Pandemi Covid-19”
Pada umumnya terdapat masalah mendasar
yang terjadi: (1) Panjangnya rantai
pasok pangan di Indonesia. (2) Terjadinya penurunan produksi dan melonjaknya
permintaan terhadap suplai pangan akibat adanya pembatasan sosial berskala
besar (3) Kurangnya teknologi yang bersifat solutif dalam pengelolaan
distribusi pangan.
TUJUAN
(1) Menganalisis ancaman
krisis pangan akibat pandemic covid-19
(2) Memberikan
solusi alternatif melalui perancangan platform pengelolaan distribusi pangan
sebagai wujud implementasi Pertanian 4.0 dalam menghadapi krisis pangan
ditengah pandemi covid-19.
ISI
Ancaman krisis pangan Indonesia akibat pandemi
Covid-19.
Berdasarkan data dari Bappenas 2015,
menyebutkan jumlah penduduk Indonesia menyentuh angka 244 juta jiwa. Dengan intensitas konsumsi
beras per kapita per tahun
mencapai 140 kilogram, dibutuhkan 33,70 juta ton. Pada 2030, kebutuhan beras
akan mencapai 59 juta ton untuk jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai
425 juta jiwa.
Indonesia berisiko mengalami krisis pangan pada
2025 (Ketut, 2015).
Oleh karenanya pemerintah harus
meningkatkan produktivitas dibidang sektor produksi pangan.
dikarenakan Indonesia sendiri
mengalami pertumbuhan penduduk lebih cepat dibandingkan ketersediaan pangan. Indonesia
mempunyai ketergantungan yang cukup tinggi terhadap impor beberapa
komoditas pangan diakibatkan rendahnya produksi
pangan dalam negeri
yang semakin di perparah
oleh dampak pandemi covid-19.
Maka dari itu, perlu diciptakan
strategi-strategi yang baru inovatif, solutif, kreatif, dan efektif untuk
mengatasi berbagai permasalahan tersebut. Salah satu inovasi untuk
mewujudkan pengentasan ancaman
krisis pangan akibat pandemic
covid-19 yakni dengan melibatkan beberapa stakeholder
seperti petani, istri-istri petani, pemerintah, pedagang, dan memanfaatkan
pemuda yang sedang menganggur sebagai katalis dalam pengentasan berbagai
permasalahan pertanian, juga sekaligus mewujudkan kesejahteraan masyarakat
petani melalui aplikasi SulselFood Distribution.
Solusi
Alternatif melalui Aplikasi SulselFood Distribution merupakan sistem perpaduan
antara teknologi dan dunia perangkat digital yang berbentuk aplikasi dalam
menghadapi krisis pangan.
SulselFood Distribution merupakan
aplikasi berbasis Agricultural Marketplace System yang menggunakan teknologi
informasi dalam mengelolah data sebaran pangan khususnya di wilayah provinsi
Sulawesi selatan. Seluruh
data tersebut akan diintegrasikan menjadi satu dan diolah
sebagai bahan dalam menentukan kebijakan lanjutan yang akan diambil oleh
pemerintah.
Pada aplikasi ini, terdapat menu
“market” yang akan menghubungkan petani dengan seluruh
distributor yang ada di pasar.
Aplikasi ini menarik,
karena melalui transparansi harga produk pertanian, petani tidak lagi
dirugikan oleh tengkulak karena dapat menjual sendiri hasil panennya langsung
ke konsumen. Tidak hanya itu melalui aplikasi ini juga menghadirkan beberapa
fitur unggulan yang berfungsi agar petani dapat melakukan strategi pemasaran
yang lebih sistematis. Pemasaran yang lebih sistematis termasuk perencanaan
dalam memudahkan transportasi sehingga tidak memakan biaya yang mahal ketika
diperjalanan serta mengatur strategi dalam melakukan perlakuan pascapanen yang
tepat agar dapat sampai ketujuan dengan kualitas yang tetap prima. Adapun
proses pengantaran paket oleh kurir SulselFood yang terintegrasi dengan google
maps sehingga distribusi terdekat hingga ke daerah tujuan
dapat ditentukan. Hal ini dapat mengurangi biaya transportasi dan lebih
menghemat waktu. Selain itu, proses pembayaran pun terdapat dua pilihan yaitu
COD (Cash On Delivery) dan melalui
Transfer Banking.
Adapun target dan sasaran pengguna
aplikasi ini adalah petani dan pemerintah. Selain itu, ketersediaan data yang
valid, terupdate, akurat, terintegrasi dan konsisten
dari masing-masing wilayah
mengenai distribusi bahan pangan menjadi salah satu komponen
yang sangat penting demi terwujudnya distribusi pangan yang efektif, efisien
dan pemerataan ketersediaan makanan diseluruh wilayah khususnya di Sulawesi
selatan. Akses wilayah oleh aplikasi SulselFood
Distribution ini hanya dilakukan dalam lingkup provinsi karena adanya
pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dibeberapa wilayah untuk
memutus mata rantai penularan Covid-19.
Bentuk
pengaplikasian atau cara kerja dari aplikasi
1.
Halaman Splash
Halaman splash screen adalah halaman
yang muncul pertama kali selama 2,5 detik sebelum menuju ke halaman utama.
Halaman splash screen ini berisi logo dan nama aplikasi serta versi aplikasi.
Gambar 1. Halaman Splash
2.
Halaman MenuUtama
Gambar 2. Halaman Menu Utama
Halaman menu utama merupakan halaman yang muncul setelah
splash screen. Dimana Market berfungsi Menghubungkan petani dengan seluruh
distributor yang ada di pasar.
3.
Halaman Login.
Halaman ini merupakan halaman untuk mendaftar sebagai member SulselFood Distribution
atau login untuk anggota.
Gambar 3. Tampilan Halaman Login
4.
Halaman My Account, Halaman ini
ditujukan untuk admin, sehingga hanya admin yang berhak menjalankannya.
Gambar 4. Halaman
Admin Login
5.
Tampilan Detail Product adalah
tampilan semua jenis produk yang dijual. Atau segala sesuatu yang di tawarkan
di market place platform untuk mendapatkan perhatian pembeli.
Gambar
5. Tampilan Cart atau keranjang pemesanan.
6.
Halaman Checkout Halaman ini adalah halaman yang berisi form alamat dan total pembayaran yang harus di bayar ke SulselFood. Pembayaran sudah termasuk biaya pengiriman. Pengiriman dengan menggunakan Kurir SulselFood Distribution.
Halaman Checkout Halaman ini adalah halaman yang berisi form alamat dan total pembayaran yang harus di bayar ke SulselFood. Pembayaran sudah termasuk biaya pengiriman. Pengiriman dengan menggunakan Kurir SulselFood Distribution.
Gambar 6. TampilanCheckout.
7.
Halaman Maps SulselFood Distribution
Terintegrasi dengan google maps sehingga jalur distribusi terdekat hingga ke daerah tujuan dapat ditentukan. Jalur distribusi terdekat akan mengurangi biaya transportasi dan lebih menghemat waktu
Gambar.7 Maps
SulselFood Distribution
8.
Message Merupakan layanan khusus
untuk memberikan kesan dan pesan terhadap aplikasi agar berjalan efisien dan
dikembangkan sesuai dengan yang dibutuhkan.
Gambar.8 Halaman Message
9.
Tampilan Resi Pembayaran
Gambar.9 Tampilan Resi Pembayaran
KESIMPULAN
SulselFood Distribution mampu menjadi
terobosan terbaru dalam memecahkan masalah kurangnya perencanaan dalam
pengelolaan distribusi ditengah pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial
Berskala Besar). Aplikasi
ini dapat menjadi rujukan bagi pemerintah dalam pengambilan keputusan
untuk mengatur pola distribusi yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Pertanian. 2008. “Limapuluh Teknologi Unggulan Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Badan Peneltian dan Pengembangan Pertanian”. Departemen
Pertanian.
Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik
Indonesia: Statistical Yearbook of Indonesia 2018. Jakarta: BPS
Dharmmesta, Bayu Swastha Handoko, T. Hani. 2000. Manajemen Pemasaran.
Yogyakarta: BPFE.
FAOStat. 2014. FAO Statistical Pocketbook World Food and
Agriculture. Food and Agriculture Organization of The United Nations: FAO.
Sultoni,A, Unang, Achlison., 2015. Sistem Informasi
E-Commerce pemasaran hasil pertanian. Jurnal e-bisnis,8 (7), pp.42-48.
Pemenang 2. Adelia Kusuma
`
Peran Petani Milenial dalam Mengontrol Lahan Dari Rumah Aja sebagai Pahlawan Pandemi Corona
( Tema Essai :
Pertanian 4.0 V Krisis Pangan di Masa Pandemi Corona)
Pendahuluan
Dewasa ini, zaman industri 4.0 V bukanlah suatu hal yang tabu terutama di
telinga generasi milenial Indonesia, begitupun didalam dunia pertanian. Era 4.0
V merupakan suatu zaman dimana
efisiensi mesin dan manusia sudah mulai terkonektivitas dengan internet of things dengan sistem
otomatisasi dan pertukaran data yang menghasilkan kreativitas dan pembaharuan
yang berlimpah, yaitu kekayaan intelektual yang perlu dilindungi dan ditegakkan
serta diterapkan dengan semaksimal mungkin. Hal ini berlaku dalam segala bidang
industri, termasuk di dalamnya bidang pertanian yang merupakan salah satu unsur
penopang utama sarana pemenuhan kebutuhan serta penunjang ekonomi di Indonesia.
Hal ini sesuai dengan penelitian Silaban dan Sugiharto (2016) dimana
pembangunan pertanian saat ini berorientasi pada teknologi dan merupakan salah
satu syarat mutlak pertumbuhan pertanian.
Naasnya, ditengah proses
pengembangan dan pengoptimalisasian sistem
4.0 , sebuah wabah menyerang negara bahkan menjadi masalah
global yang harus dialami oleh manusia di seluruh dunia yakni Pandemi Corona
(Risetdikti, 2020). Akibatnya seluruh aktifitas manusia yang dilakukan diluar
rumah harus terhenti secara paksa demi keberlangsungan
nafas yang bekerja sama dengan jantung dan organ tubuh manusia lainnya. Seluruh
arahan, ribuan petugas keamanan dikerahkan, sosialisasi, poster berbagai visual
telah bertebaran dimana-mana bahkan tidak sedikit orang yang mengorbankan
dirinya sebagai relawan beramai-ramai menyuarakan perintah untuk tetap berada
di rumah dengan slogan Dirumah Aja.
Segala upaya telah dilakukan pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak.
Namun apakah disaat seluruh manusia berada dirumah mereka
tidak membutuhkan makanan?
Satu pertanyaan yang
jawabannya
tidak perlu dipaparkam sepanjang aturan yang telah dibuat oleh pemerintah.
Pembahasan
Kegiatan Dirumah Aja bertujuan untuk mengurangi resiko terkena wabah
penyakit yang disebabkan oleh virus corona yang dapat mengakibatkan kematian
dengan menyerang paru-paru sebagai target utamanya. Tetapi bukan suatu lelucon
jika manusia yang dilindungi tidak meninggal akibat terkena wabah corona
melainkan terserang busung lapar. Mau tidak mau
petani mengorbankan dirinya dan berperan sebagai pahlawan untuk tetap
bekerja demi mengatasi krisis pangan di Indonesia. Krisis pangan ini terjadi
akibat kurangnya persiapan pemerintah dalam menghadapi situasi tidak terduga
seperti yang benar terjadi saat ini. Kalimat ini bukanlah merupakan sebuah
contoh kalimat opini, terbukti dengan menipisnya ketersediaan pangan negara
ditengah-tengah wabah yang merajalela. Dikutip dari berita CNN Indonesia
tertanggal 28 April 2020 “Presiden Republik Indonesia Ir. Jokowi, telah
memerintahakan BUMN untuk membuka sawah baru akibat terbacanya ancaman krisis
pangan ditengah bencana corona”.
Pemerintah telah melakukan berbagai
upaya untuk mengatasi krisis pangan yang terjadi di Indonesia saat ini, salah
satunya dengan membuat rencana membuka lahan baru. Namun apakah masih ada lahan
yang tersisa disetiap daerah sementara daerah perkotaan telah dipenuhi dengan
hutan beton? Apakah lambung manusia sudah mampu mencerna makanan yang bersumber
dari semen? Dan apakah waktu yang ada cukup untuk menanam padi dan memanennya
dalam waktu singkat, sementara tanaman padi sendiri memiliki indeks pertanaman
hanya sebanyak dua kali dalam kurun waktu satu tahun.
Dalam menghadapi kondisi seperti ini,
pemerintah tentu harus mengambil langkat cepat dan tepat agar jumlah korban
jiwa tidak bertambah lagi. Untuk mengatasi berbagai permasalahan krisis pangan
di Indonesia, Terdapat beberapa solusi yang diajukan dan telah melalui berbagai
riset melalui metode literasi dan pengamatan yakni sebagai berikut :
1. Petani
tetap melakukan pekerjaannya, Tugas kita adalah menghargainya sebagaimana
layaknya seorang pahlawan dengan tetap berada dirumah agar meminimalisir resiko
mereka terkena wabah penyakit corona.
2. Menambah
indeks pertanaman (IP) untuk memaksimalkan kebutuhan pangan. IP merupakan
rata-rata massa tanam dan panen dalam satu tahun pada lahan yang sama
(Kementrian pertanian, 2019). Panen padi sebagai makanan pokok masyarakat
Indonesia yang biasanya dilakukan hanya dua kali setahun harus dapat dilakukan
lebih. Minimal 3 kali setahun dengan bantuan dan pengoptimalan kerja alat yang
sudah tersedia saat ini agar dapat dilakukan dengan cepat dan dengan kualitas
serta kuantitas terbaik. Mulai dari mesin pembajak sawah, alat tanam, mesin
panen hingga mesin penggiling padi. Didukung dengan menerapkan kegiatan family farming yakni dengan menanam
lombok, tomat, sayur, rempah-rempah dan kebutuhan dapur lainnya di pekarangan
rumah. Tanaman ini tidak membutuhkan waktu yang begitu lama untuk menghasilkan
buah. Tidak hanya kebutuhan yang mengandung karbohidrat dan vitamin yang
berasal dari bahan nabati, dapat pula dilakukan pemeliharaan ikan di pekarangan
dengan membuat kolam ukuran kecil atau hanya sekedar menggunakan ember sebagai
kebutuhan protein manusia. Pada bagian permukaan air dapat di budidayakan
tanaman hidroponik seperti sayur kangkung dan
sawi.
3.
Mengubah lahan tidur atau lahan
yang belum tergarap oleh masyarakat di daerah-daerah pedalaman (pedesaan)
menjadi lahan produktif yang dapat memasok kebutuhan pangan baik untuk
masyarakat desa itu sendiri maupun masyarakat kota. Seperti yang telah berhasil
dilakukan RI yang telah mengembangkan teknologi sulap rawa jadi lahan pertanian
(Febby, 2018). Selain itu, pemerintah juga harus menegakkan peraturan
perundang- undangan Republik Indonesia Nomor 150 tahun 2000 tentang
pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa yang mengatur tentang
lahan subur (lahan pertanian yang memiliki potensi tinggi) tidak boleh
digunakan sebagai tempat penanaman hutan beton (bangunan-bangunan yang terbuat
dari
beton) agar terjadi keseimbangan kebutuhan dan produksi di suatu daerah (BPKP,
2020).
Pembaharuan alat terus dilakukan
tetapi belum mencapai tahap maksimal di era 4.0. Hal ini dikarenakan oleh
beberapa faktor diantaranya adalah sumber daya manusia (SDM). Di Indonesia saat
ini masyarakat yang berprofesi sebagai petani sebagian besar berusia diatas 40
tahun dan lebih dari 70% petani di Indonesia hanya berpendidikan hanya
berpendidikan setara SD (Sekolah Dasar) bahkan dibawahnya. Katchova dan Ahearn
(2014) juga menyatakan bahwa pada Sensus Pertanian 2007 petani yang berumur
kurang dari 35 tahun hanya sekitar 5,3% dibandingkan dengan persentase petani
pemula sebesar 32,4%. Pendidikan formal yang rendah tersebut menyebabkan
pengetahuan dalam pengolahan
pertanian tidak berkembang (monoton). Petani
hanya mengolah pertanian dengan metode tradisional tanpa menciptakan
inovasi-inovasi terbaru demi
peningkatan hasil pangan yang berlimpah. Dalam
kata lain petani di Indonesia belum siap menghadapi era 4.0.
Disinilah peran generasi milenial yang
ahli di bidang pertanian sangat dibutuhkan, mulai dari ide-ide baru, pembuatan
alat, hingga penyuluhan kepada
petani-petani. Nugroho, Rahayu dan Jamhari (2018) menyatakan generasi muda saat
ini lebih tertarik dengan kegiatan pertanian tanaman perkebunan dan
hortikultura. Bukan suatu hal yang tidak mungkin bahwa dengan kemajuan
teknologi yang begitu pesat dapat diciptakan suatu alat dengan remote control yang dihubungakan dengan drone sehingga para petani tidak perlu
keluar rumah atau terjun langsung di
lahan untuk sekedar memantau kondisi tanaman mereka dan memberikan pestisida
jika terdapat hamaatau penyakit yang mengganggu tanaman, serta memberikan pupuk
untuk menambah nutrisi tanaman (Jumadil, 2018). Hal ini dapat sangat membantu
bukan hanya pada saat wabah penyakit corona menyerang tetapi untuk masa depan egara
agraris yang cemerlang sekaligus sebagai alat pencegahan situasi-situasi tak
terduga lainnya di masa mendatang.
Penutup
Berdasarkan uraian diatas, penulis dapat
menarik kesimpulan bahwa terdapat 3 solusi untuk mengatasi krisis pangan di Indonesia
pada masa pandemi corona yakni dengan cara petani tetap melakukan pekerjaanya
sebagai pahlawan pangan, menambah indeks pertanaman, dan mengubah lahan mati
menjadi lahan subur. Selain itu, sangat penting untuk dibuat sebuah alat berupa
remote control yang dihubungakan
dengan drone sehingga petani milenial dapat mengontrol lahan dari rumah saja
sebagai aplikasi dari kemajuan era industri pertanian 4.0 V.
DAFTAR PUSTAKA
Agus D., N. Lestari R., W. dan Jamhari. 2018. Upaya Memikat Generasi Muda Bekerja pada
Sektor Pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta. JPPUMA: Jurnal Ilmu
Pemerintahan dan Sosial Politik UMA.
BPKP. 2020. peraturan perundang-undangan
pemerintah Republik Indonesia Nomor 150 tahun 2000 tentang pengendalian
kerusakan tanah untuk produksi biomassa . www.bpkp.go.id.
CNN Indonesia.
Diakses tanggal 28 Aril 2020. https://m.cnnindonesia.com.
Febby N. 2018. RI
Kembangkan teknologi sulap rawa jadi lahan pertanian.
Barito Kuala.
Jumadil A. 2018. Revolusi industri 4.0
sektor pertanian petani gunakan remote control saat panen. Dok. Kementrian
pertanian.
Katchova AL, Ahearn M. 2014. Farm land ownership and leasing: implication for young and beginning
farmers. Agricultural Economics Staff Paper # 486. Lexington, KY (US):
University of Kentucky, Department of Agricultural Economics.
Kementrian pertanian. 2019. Upaya
peningkatan indeks pertanaman. www.cybex. Pertanian.go.id.
Risetdikti. 2020. Pengembangan
kawasan pangan dan pertanian
berbasis korporasi petani. Malang.
Silaban, L. R dan Sugiharto. 2010. Usaha-usaha yang Dilakukan Pemerintah dalam
Pembangunan Sektor Pertanian. Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik
UMA 4 (2): 196-210.
Warta Ekonomi. 2020. Revolusi industri 4.0 sektor psertanian.
M.wartaekonomi.co.id.
Pemenang 3 . Dini Nur Sherina R
Urban Farming Sebagai Alternatif Solusi Krisis Pangan Akibat Pandemi COVID-19
PENDAHULUAN
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020, telah mendeklarasikan virus
coronavirus (COVID-19) yang baru sebagai pandemi global. Virus Corona atau
COVID-19, menurut situs resmi World Health Organization (WHO) adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh Coronavirus. Virus ini ditemukan pertama kali di
Wuhan, China. Sebagian besar orang yang terinfeksi COVID-19 akan mengalami
penyakit pernapasan ringan hingga sedang, bahkan menyebabkan sulit bernapas
hingga meninggal. Pandemi COVID-19 tak hanya mengobrak-abrik tatanan kesehatan
dan ekonomi, tapi juga memicu krisis pangan dunia. Krisis pangan adalah kondisi
kelangkaan pangan yang dialami sebagian besar masyarakat di suatu wilayah yang
disebabkan oleh antara lain, kesulitan distribusi pangan, dampak perubahan
iklim, bencana alam dan lingkungan, dan konflik sosial, termasuk akibat perang.
Indonesia harus bersiap menghadapi dua masalah lain yaitu ketimpangan neraca pangan
oleh aktivitas impor dan pembatasan pasokan dari negara eksportir.
Empat
bulan sudah dunia bekerja keras melawan serangan virus COVID-19 yang
menginfeksi lebih dari dua juta orang di 210 negara. Untuk memutus mata rantai
penyebaran virus, sebagian negara melakukan karantina wilayah (lockdown). Sementara Indonesia dengan
jumlah kasus infeksi lebih dari lima ribu jiwa memilih melakukan pembatasan
sosial berskala besar. Organisasi Pangan Dunia (FAO)
telah memperingatkan ancaman krisis pangan dunia sebagai imbas dari wabah
COVID-19 yang tak kunjung usai. Negara
yang pangannya bergantung impor rentan terdampak perlambatan volume
perdagangan, terutama jika mata uang mereka melemah, seperti rupiah saat ini
terhadap dollar (Rp15.584 per 17 April 2020).
Berbagai kebijakan telah dikeluaran pemerintah Indonesia dalam mengurangi penyebaran pandemi
COVID-19, diantaranya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
kemudian menimbulkan persoalan
lain yang tak kalah pelik: krisis pangan.
Akibat karantina atau pembatasan, sejumlah jalur distribusi pangan terputus,
terjadi penimbunan bahan pangan oleh sebagian pihak dan harga bahan pangan
melonjak. Jumlah penduduk Indonesia menuntut konsekuensi dimana Indonesia harus
dapat mencukupi kebutuhan pangan bangsanya ditengah pandemi COVID-19. Pemenuhan
kebutuhan pangan Indonesia saat ini juga masih bertopang pada impor bahan-
bahan makanan. Impor bahan makanan ini membuat Indonesia memiliki
ketergantungan pangan dengan negara lain. Hal tersebut membuat harga kebutuhan
pangan tergantung pada mata uang asing pula. Sebagai contoh kelangkaan tahu dan
tempe yang terjadi dikarenakan bahan baku yaitu kedelai masih diimpor dari
Amerika. Impor kedelai membuat produksi tahu dan tempe sangat bergantung pada
pasokan kedelai. Tidak dapat dipungkiri situasi dan kondisi saat ini
menimbulkan keresahan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Faktanya,
beras menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia . Hal tersebut juga
diungkapkan oleh Food and Agriculture Organization of the United Nations dan
Kementrian Agrikultur yaitu Indonesia merupakan salah satu konsumsi beras per
kapita terbesar di seluruh dunia. Konsumsi beras per kapita di Indonesia
tercatat hampir 150 kilogram (beras, per orang, per tahun) pada tahun 2017.
Padahal pemerintah telah mengkampanyekan diversifikasi pangan karena Indonesia
memiliki sumber karbohidrat lain seperti jagung, singkong, sagu dan kentang.
Pada kondisi normal, Indonesia bisa bergantung pada hasil impor dari negara
lain. Tapi di situasi sekarang negara-negara eksportir tengah menghadapi
pandemi yang sama. Mereka tentu lebih memprioritaskan urusan perut rakyatnya
ketimbang hajat hidup negara lain.
Diilihat
dari beberapa masalah yang ditimbulkan oleh virus COVID-19, salah satu inovasi
pertanian 4.0 yang dapat diterapkan untuk menghadapi masalah tersebut adalah urban farming. Urban Farming menjadi salah satu alternatif solusi yang relevan
untuk diterapkan dimana saat ini wabah virus COVID-19 menyebabkan krisis
pangan. Dengan harapan bahwa tujuan penerapan urban farming salah satunya adalah memenuhi kebutuhan pangan dengan
produksi pangan lokal.
Dalam
kajian ilmiah ini, akan dikaji lebih lanjut mengenai konsep urban farming sebagai kontribusi untuk
ketahanan pangan dan mencegah krisis pangan. Metode yang digunakan untuk
pencarian data adalah studi literatur.
PEMBAHASAN
Perang
Dunia I telah mengubah pola konsumsi rakyat Amerika Serikat dan beberapa negara
lain seperti Inggris, Kanada, Australia, dan Jerman. Mereka yang semula
bergantung pada negara untuk pemenuhan konsumsi harian harus
menghasilkan sayur, buah,
dan sumber protein
sendiri. Kala itu jumlah petani
berkurang drastis akibat perekrutan dinas militer, sisa lahan pertanian juga
hancur karena perang. Sementara hasil pertanian negara harus digunakan untuk
memenuhi pasokan pangan tentara. Rakyat Amerika lalu diminta berkebun untuk
membantu menurunkan harga sayur dan menghemat pengeluaran negara.
Konsep
ini dicoba untuk diterapkan di tengah pandemi COVID-19. Meski bukan terlibat
perang secara harfiah, dalam melawan COVID-19 bisa dengan menerapkan swasembada
pangan serupa Amerika dalam Perang Dunia I dan II, dibanding harus berebut dan
berharap bahan pangan harga kembali normal seperti sedia kala. Di tengah pandemi ini, sudah saatnya
Indonesia berkebun.
Urban Farming merupakan sebuah konsep pertanian modern
yang dilakukan akibat banyaknya lahan pertanian yang dialih fungsikan
menjadi daerah pemukiman, industri dan perkotaan. Penerapan konsep urban farming di sekitar perkotaan dapat memberikan
kontribusi untuk ketahanan pangan dan krisis pangan dalam dua cara: urban farming dapat meningkatkan jumlah
ketersediaan pangan untuk masyarakat yang tinggal di kota dan yang kedua dapat
menyediakan sayur-sayuran dan buah-buahan yang segar untuk dikonsumsi oleh
masyarakat kota. Selain itu, konsep urban
farming juga mudah diterapkan karena dapat dilakukan di lahan perkotaan
sempit yang kosong bahkan di halaman rumah masyarakat itu sendiri. Hal tersebut
didukung oleh pernyataan Golber (2013) bahwa urban farming dapat menciptakan kawasan perkotaan yang kompak akan
menghasilkan kebutuhan pangan bagi penduduk kota secara mandiri, sekaligus
lebih efisien dalam mengurangi
kebutuhan
energi, urban farming memberikan
nilai positif bukan hanya dalam pemenuhan kebutuhan pangan tetapi banyak aspek
lain yang bermanfaat bagi keberlanjutan kota.
Implementasi pertanian memerlukan kerjasama dari semua
pihak yang terlibat. Beberapa pihak yang terkait diantaranya adalah petani,
pemerintah, masyarakat sekitar, pengusaha, institusi pendidikan, dan pihak
lainnya. Pemerintah kota juga diharapkan turut dalam
menyediakan regulasi khusus untuk mendukung penerapan urban farming, termasuk soal kebijakan hal guna lahan.
Penerapan
konsep urban farming dianggap cukup
mudah untuk diterapkan dalam kondisi saat ini. Dengan memanfaatkan sistem raised bed di area balkon, metode ini
membentuk media tanam serupa dipan seluas 1×2 meter. Jika tak memiliki balkon
atau halaman yang cukup, maka tanaman bisa ditempatkan pada media pot dengan
sistem vertikultur. Dengan memilih jenis tanaman sesuai kondisi geografis,
masyarakat bisa mencoba sayur-mayur dataran rendah seperti kangkung atau bayam.
Perawatan keduanya tidak terlalu sulit dan relatif cepat panen.
Selain itu, urban
farming biasanya menggunakan sistem pertanian organik dan sampah pertanian
diolah dengan konsep 3R (reuse, reduce,
and recycle). Kegiatan pertanian perkotaan yang seperti itu merujuk pada
keberlanjutan pertanian perkotaan dan kualitas produk pertanian. Beberapa
karakter urban farming yaitu petani
baru, model pertanian modern, peluang
bekerjasama dengan berbagai organisasi, pertanian alami, pemusatan sumber daya
dan pasar di lingkungan perkotaan, swasembada pangan.
Dilansir
dari Wired, sebuah penelitian yang dilangsungkan oleh profesor dari Arizona
State University, Matei Georgescu, mengungkap bahwa jika implementasi urban farming dilakukan secara penuh di
setiap kota besar dunia, produksi urban
farming dapat menghasilkan 180 juta ton bahan makanan selama setahun. Angka
tersebut merupakan 10 persen dari total hasil produksi makanan secara global.
Tidak hanya itu, urban farming juga
berpotensi menghemat 15 miliar kilowatt per jam untuk pemakaian energi dunia
selama setahun dan menghasilkan 170.000 ton nitrogen ke udara.
Skema Peran Urban Farming
Konsep Stakeholder
Urban Farming
Wabah COVID-19 Krisis Pangan Ketahanan Pangan
Sumber : Analisis Penulis, 2020
KESIMPULAN
Urban farming sebagai pertanian modern dapat
diproyeksikan untuk mencukupi ketersediaan bahan makanan dan memperkuat
ketahanan pangan. Dapat dilihat bahwa apabila konsep urban farming dapat diterapkan dan dikelola dengan baik di tengah wabah
COVID-19, krisis pangan yang menjadi kekhawatiran masyarakat dapat teratasi. Meskipun begitu, perlu beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam implementasinya. Dalam implementasinya, kerjasama
dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutannya.
REFERENSI
Ardina,Viny dkk (2014). Pertanian Perkotaan sebagai salah satu
Alternatif Solusi Ketahanan Pangan. https://ardinaputrirahtama.wordpress.com/2014/04/04/pertanian- perkotaan-sebagai-salah-satu-alternatif-solusi-ketahanan-pangan-ardina- putri-rahtama-viny-ratna-gumilang-rifa-rafika-imania/
diakses 19 Mei
2020.
Cucinotta D, Vanelli M. (2020). WHO Declares COVID-19 a Pandemic.
Golber (2013) dalam Nurlaelih, E. E., & Damaiyanti, D. R.
R. (2019). Urban Farming untuk Ketahanan
Pangan. Universitas Brawijaya Press.
Nurlaelih, E. E., & Damaiyanti, D. R. R. (2019). Urban Farming untuk Ketahanan Pangan.
Universitas Brawijaya Press.
Putri,
Aditya Bisakah Berkebun Jadi Solusi
Krisis Pangan Akibat COVID-19?. https://tirto.id/bisakah-berkebun-jadi-solusi-krisis-pangan-akibat-covid- 19-ePiv diakses 13
Mei 2020
Shobry, M. N. (2016). Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pelaksanaan Program Urban Farming
di Kabupaten Gresik (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
Ula, M., & Amiin, M. K. (2015, October).
Sustainable Agriculture-System (Sac- s): Inovasi Konsep Pertanian Urban Sebagai
Pembangunan Berkelanjutan Dan Upaya Penanganan Masalah Perkotaan. In Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional Program
Kreativitas Mahasiswa-Gagasan Tertulis 2014. Indonesian Ministry of
Research, Technology and Higher Education.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar