Minggu, 05 Maret 2017

pendidikan tinggi Vs kaderisasi

Share it Please

Muhammad Ikram - Mengawali tulisan ini dengan perkataan aristoteles di dalam bukunya yang berjudul “La Politic” bahwa setiap imperium yang tidak mampu memberikan pendidikan bagi generasi berikutnya maka tunggu saja waktunya imperium itu akan mengalami masa kehancuran. Begitu pentingnya pendidikan sehingga apabila kita berbicara pendidikan maka sama pentingnya dengan membicarakan keberlangsungan organisasi, imperium atau bentuk kumpulan manusia apa pun.

Ketika membahas sejarah berdirinya perguruan tinggi lengkap dengan keberadaan ‘siswa besar’ sebagai penghuninya adalah wajah alienasi pendidikan itu sendiri. Itu mengapa persoalan-persoalan yang dihadapi pelajar di perguruan tinggi seperti kebijakan kampus, kurikulum, rendahnya kapasitas dan kapabilitas mahasiswa, tidak bisa dipandang sebagai peristiwa aktual. Cara analisis tersebut justru menjauhkan pendidikan tinggi dari basis historis dan basis filosofis yang justru sangat penting kita ketahui  agar kita dapat memahami akar persoalan dirana perguruan tinggi. Permasalahan-permasalahan tersebut mesti dilihat dalam konteks historis bagaimana pendidikan berakar, dikreasikan, dijalankan dan berproses hingga saat ini.

representatif mahasiswa sebagai kaum terpelajar melahirkan konsekuensi sosial yang secara moral melegalisir posisinya sebagai ‘kelas’ baru dalam masyarakat. Untuk membenarkan hal tersebut, maka lahirnya pelabelan-pelabelan dengan tendesi heroisme seperti ‘agen perubahan’, ‘harapan nusa dan bangsa’, ‘kaum terdidik’ dan masih banyak yang lain. Selain sangat herois, label-label tersebut justru merupakan catatan historis kekalahan mahasiswa di universitas dalam mendefinisikan posisi kelasnya dalam masyarakat. Hal itu menjadi sebuah kelemahan ketika mereka tak pernah tersentuh dalam rana kaderisasi yang notabenenya ingin membentuk jiwa yang lebih kritis dan mampu menganalisis segala dinamika pendidikan tinggi. stigma yang hadir menjadi hal yang ironis ketika kita kembali mendefiniskan sejatinya mahasiswa itu yang seperti apa yang dinginkan oleh para leluhur pendidik.

Berbicara mengenai urgensi dalam rana kaderisasi sangat penting ketika kita benturkan dalam proses pengembangan regenerasi kritis dilingkup perguruan tinggi. Namun yang lagi-lagi menjadi dinamika ketika adanya doktrinasi untuk menjadi produk-produk orde yang dinilai secara konsepsi didalam Sistem pendidikan berbasis penelitian, dimana hasil-hasil riset pun turut menjadi salah satu produk kampus yang bakal laku keras di pasaran.


Konsepsi ini merupakan hasil privatisasi dan korporatisasi kampus yang pada akhirnya bertransformasi menjadi perusahaan yang bergerak dalam industri pendidikan. Ketika itu terjadi maka pendidikan bukan lagi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, namun untuk memenuhi tanaga kerja murah bagi para kapitalis yang menanamkan modalnya.

Kegalauan terhadap dunia pendidikan kita memang penting. Kegalauan itu mengandung sifat yang reformis. Namun ia perlu diasah agar menjadi revolusioner. Yaitu dengan mendorong kegalauan tersebut ke level yang lebih radikal dan holistik. Menggunakan pembacaan yang historis dan dialektik terhadap kegalauan tersebut, akan jauh lebih bermanfaat untuk memperkaya diskursus kritis kita terhadap kondisi pendidikan hari ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar