Tak terbayangkan kekayaan yang masih
tersimpan di dalam bumi Indonesia, yang ada di lautan baik dipermukaan
atau di perut bumi. Tak terbayangkan jutaan bahan tambang seperti timah,
emas, perak, tembaga dan bahan tambang lain, jutaan ton ikan dan sumber
protein hewani lain, serta jutaan ton minyak dan kekayaan lain yang
masih belum digali.
Kelebihan lain selain sumber daya alam
yang melimpah negara kita dianugrahi dengan letak wilayah yang strategis
dengan iklim tropis yang memungkinkan radiasi matahari diterima
sepanjang tahun, suhu di Indonesia yang sangat optimal sangat baik bagi
pertumbuhan tanaman.
Hampir segala jenis tanaman yang ada di
wilayah dunia lain dapat tumbuh di tanah Indonesia ini. Bahkan ada
pepetah yang bilang bahwa tongkat yang ditanam di atas bumi indonesia
pun akan dapat menjadi pohon karena kesuburan tanahnya.
Subhanallah….luarbiasa bukan?
Dengan segala potensi sumberdaya alam
yang sangat besar dan letak geografis serta iklim tropisnya itu
seharusnya pada saat ini Indonesia menjadi negara yang maju dalam bidang
pertanian pada khususnya. Namun faktanya kondisi pertanian kita pada
masa kini sangat terpuruk. Bagaimana tidak kini kita menjadi negara
perngimpor buah-buahan, ternak dan bahan pangan utama seperti beras,
jagung, kedelai dan gula.
Sungguh kondisi yang sangat ironis
mengingat pada era tahun 1980-an negara kita menjadi negara pengekspor
utama beras di wilayah asia. Dahulu kala negara seperti Malaysia yang
pernah belajar bagaimana cara bercocok tanam pada kita kini justru
kondisinya terbalik, kini kita yang belajar pada mereka. Kini kitalah
yang membeli beras dari mereka.
Sungguh aneh, dengan anugrah potensi
sumber daya yang sangat besar kita masih belum mampu mengelolanya dengan
baik. Kita masih kurang bersyukur dengan pemberian anugrah tersebut
karena kita lebih banyak melakukan kerusakan alam daripada kita
memanfaatkannya untuk kesejahteraan rakyat.
Seharusnya kita harus bisa instropeksi
mengapa hal itu terjadi pada negara kita. Seharusnya kita malu dengan
negara lain seperti Jepang negara yang lebih sempit dengan kondisi tanah
yang tidak sesubur kita namun sistem pertaniannya jauh lebih maju
meninggalkan kita.
Haruslah dipahami oleh semua pihak akan
peran vitalnya sektor pertanian. Pertanian menjadi alat untuk stabilitas
ekonomi dan politik dalam suatu negara. Pertanian menjadi alat
pemersatu bangsa hal ini sangat beralasan karena pada dasarnya pangan
adalah kebutuhan yang paling primer (dasar) yang harus dipenuhi baik
untuk sekedar bertahan hidup maupun untuk meningkatkan gizi. Bangsa yang
tercukupi gizinya akan tumbuh dan berkembang menjadi negara yang maju.
Ada sebuah cerita menarik, seorang wartawan Jepang pernah melontarkan teguran kepada negaranya, “hai orang jepang, sadarlah jika pecah perang dan jepang diblokade apakah kalian akan makan televisi dan radio”.
Kalimat ini memberikan makna bahwa pembangunan ekonomi suatu negara
misalnya Jepang jangan hanya mengandalkan sektor industri dan melupakan
pembangunan sektor pertanian yang merupakan pemenuhan kebutuhan dasar
manusia yaitu makan.
Banyak faktor yang menjadi penyebab
mengapa negara kita yang kaya ini masih belum mampu memberikan
kesejahteraan bagi rakyatnya. Negara yang sebagian besar penduduknya
berprofesi sebagai petani, hidup di pedesaaan dan merupakan golongan
masyarakat yang berpenghasilan renda.
Dr. Iskandar Andi Nuhung, terkait permasalahan ini menyampaikan argumentasinya bahwa :
“lebih dari 60 % penduduk Indonesia hidup dari sektor pertanian, berdiam di pedesaan dan merupakan golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, maka golongan masyarakat inilah yang harus menjadi titik sentral pembangunan nasional terutama dalam pengarahan investasi”.
Saya pribadi sepakat dengan pendapat ini
dan membenarkan karena telah terdapat fakta dan bukti yang kuat. Pada
masa yang lalu ketika pertanian menjadi sentral pembangunan (leading sector), secara personal petani kita menjadi sejahtera dan dalam konteks negara, mampu mencapai swasembada beras pada tahun 1984.
Dalam masalah pertanian di Indonesia,
secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua faktor yaitu internal
dan eksternal. faktor internal dan eksternal saling berpengaruh antar
satu sama lain. Faktor internal ini didefinisikan sebagai faktor yang
ada dalam ruang lingkup petani dan faktor eksternal merupakan faktor
yang berada di luar lingkup petani.
Faktor internal yang menjadi permasalahan di Indonesia antara lain:
1. Permodalan, sebagian besar petani tidak memiliki modal yang besar untuk mengembangkan usaha taninya.
2. Prasarana produksi, modal yang kurang menyebabkan petani tidak mampu membeli sarana produksi seperti benih, bibit, pupuk dan pembasmi hama.
3. Keterampilan, sebagian besar petani masih jarang yang mendapat pendidikan yang layak, kebanyakan dari mereka tidak pernah duduk di bangku sekolah.
4. Pengetahuan dan pola pikir, belum memiliki pandangan agar usahanya lebih maju ke depan dan tidak ada usaha untuk meningkatkan pengetahuannya, baik dari segi tekni maupun non teknis.
5. Manajemen produksi, produksi yang dilakukan petani belum sampai pada profit oriented namun lebih merupakan cara hidup.
6. Motivasi, motivasi untuk bertani terkadang menurun bahkan hilang. Petani lebih memiliki melakukan urbanisasi dan bekerja sebagai buru pabrik.
2. Prasarana produksi, modal yang kurang menyebabkan petani tidak mampu membeli sarana produksi seperti benih, bibit, pupuk dan pembasmi hama.
3. Keterampilan, sebagian besar petani masih jarang yang mendapat pendidikan yang layak, kebanyakan dari mereka tidak pernah duduk di bangku sekolah.
4. Pengetahuan dan pola pikir, belum memiliki pandangan agar usahanya lebih maju ke depan dan tidak ada usaha untuk meningkatkan pengetahuannya, baik dari segi tekni maupun non teknis.
5. Manajemen produksi, produksi yang dilakukan petani belum sampai pada profit oriented namun lebih merupakan cara hidup.
6. Motivasi, motivasi untuk bertani terkadang menurun bahkan hilang. Petani lebih memiliki melakukan urbanisasi dan bekerja sebagai buru pabrik.
Sedangkan faktor eksternal, antara lain:
1. Kebijakan pemerintah
a. kebijakan impor, kegiatan impor lebih digalakkan sehingga produk lokal kalah bersaing sehingga petani mengalami kerugian.
b. kebijakan subsidi, adanya pencabutan subsidi untuk saprodi baik itu benih ataupun pupuk.
c. kebijakan alih fungsi lahan, lahan pertanian semakin berkurung dengan semakin majunnya industri baik itu manufaktur, perumahan dan lain. Lahan pertanian yang subur menjadi sasaran utama bagi pebisnis bidang manufaktur dan perumahan.
d. keijakan finansial, belum adanya lembaga khusus permodalan yang menjadi penopang sektor pertanian, ada wacana untuk mendirikan bank pertanian yang menawarkan suku bunga 5-6% bagi petani namun hingga saat ini hanya masih menjadi sebuah wacana.
e. Kelembagaan, kelembagaan di sektor pertanian telah banyak yang tidak aktif seperti HIPA, KUD, dan Kelompok Tani.
2. Kebijakan dan isu global, adanya perdagangan bebas, WTO, C-AFTA, dan terakhir MEA, politik penyesuaian struktur dari Bank Dunia (SAP) dan IMF. Perdagangan bebas yang terjadi hampir di berbagai wilayah dunia secara nyata memberikan dampak yang luarbiasa terhadap kondisi pertanian dalam negeri (faktor internal).
1. Kebijakan pemerintah
a. kebijakan impor, kegiatan impor lebih digalakkan sehingga produk lokal kalah bersaing sehingga petani mengalami kerugian.
b. kebijakan subsidi, adanya pencabutan subsidi untuk saprodi baik itu benih ataupun pupuk.
c. kebijakan alih fungsi lahan, lahan pertanian semakin berkurung dengan semakin majunnya industri baik itu manufaktur, perumahan dan lain. Lahan pertanian yang subur menjadi sasaran utama bagi pebisnis bidang manufaktur dan perumahan.
d. keijakan finansial, belum adanya lembaga khusus permodalan yang menjadi penopang sektor pertanian, ada wacana untuk mendirikan bank pertanian yang menawarkan suku bunga 5-6% bagi petani namun hingga saat ini hanya masih menjadi sebuah wacana.
e. Kelembagaan, kelembagaan di sektor pertanian telah banyak yang tidak aktif seperti HIPA, KUD, dan Kelompok Tani.
2. Kebijakan dan isu global, adanya perdagangan bebas, WTO, C-AFTA, dan terakhir MEA, politik penyesuaian struktur dari Bank Dunia (SAP) dan IMF. Perdagangan bebas yang terjadi hampir di berbagai wilayah dunia secara nyata memberikan dampak yang luarbiasa terhadap kondisi pertanian dalam negeri (faktor internal).
Keikutsertaan dalam perjanjian
perdagangan bebas tanpa adanya kesiapan yang matang, praktis membuat
pasar dalam negeri dibanjiri oleh produk dari luar negeri. Hal ini
adalah sebuah resiko yang berdampak secara sistemik yang dapat
meningkatkan jumlah pengangguran dan tingkat kemiskinan.
Segala permasalahan yang ada dalam
pertanian telah dipaparkan satu persatu, lalu pertanyaannya sekarang
adalah apakah solusi yang dapat kita berikan bagi permasalahan di atas?
Masih adakah waktu bagi kita untuk mengejar ketertinggalan kita?
Mungkinkah masa kejayaan pertanian Indonesia dapat kembali kita raih????
Only time will tell..To be continued
Sumber: bersyukurdanikhlas.com